Sumber : Dokumen pribadi
Rabu (14/09/2022), salah satu peserta acara Deafash Bernama Estadila Tiariza Widi atau akrab disapa dengan panggilan Esta berkenan untuk bercerita. Perempuan yang kini sibuk dengan kegiatan kuliahnya tersebut mengikuti rangkaian acara Deafash yang dilaksanakan di Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta.
Deafash sebelumnya merupakan kegiatan yang bergerak di bidang Fashion dengan tujuan mengembangkan potensi diri peserta penyandang tuli di bidang Desain Fashion. Rangkaian acara yang dimulai sejak bulan Juli dengan 4 kali pertemuan tersebut diketuai oleh seorang wanita hebat lulusan UI dan ITB tersebut bernama Istofani Api Diany.
Beliau bercerita jika acara tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk teman tuli yang memiliki minat dan bakat di bidang Fashion. Sebagai ketua dari acara tersebut, beliau menjelaskan jika Deafash berasal dari kata ‘Deaf’ yang artinya tuli dan ‘Fash’ yang merupakan singkatan dari Fashion.
Beliau juga bercerita jika acara tersebut berawal ketika beliau mendapatkan Short Term Course, sebuah kursus singkat yang diselenggarakan oleh pemerintah Australia. Saat itu beliau mengikuti kelas Startup Ecosystem dan terdaftar sebagai Flinders University. Sebagai alumni, beliau berhak mengajukan program Alumni Grant Scheme atau program hibah alumni dari Pemerintah Australia.
Rangkaian acara tersebut dimulai dari awal bulan Juli. Beliau mengatakan ketika bulan Juli, Deafash mengadakan empat kali pertemuan workshop yang berpusat di daerah Yogyakarta. Workshop tersebut berisi tentang teori hingga praktik mendesain pakaian. Hasil dari workshop tersebut kemudian direalisasikan di bulan Agustus, setelah sebelumnya para peserta dipertemukan dengan penjahit.
Hasil jadi pakaian desain para peserta kemudian ditampilkan dalam acara Virtual Fashion Show yaitu berupa fashion film yang direkam pada bulan September yang yang mengambil lokasi di Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta.
Beliau juga menambahkan jika di bulan Oktober akan diadakan acara yang melibatkan Universitas Amikom. Rangkaian acara tersebut akan berisi pembekalan untuk teman tuli mengenai cara menggunakan aplikasi. Output dari kegiatan di bulan Oktober tersebut adalah logo bisnis serta karya desain berupa gambar yang menarik, yang kemudian akan diunggah dalam platform Fitinline.com sebagai media partner.
Setelah mengikuti 4 kali workshop di bulan Juli dan mewujudkan karyanya menjadi sebuah pakaian di bulan Agustus lalu, Esta juga turut mengikuti rangkaian acara berikutnya, seperti Virtual Fashion Show.
Setelah mewawancarai Esta yang dibantu oleh juru bahasa isyarat yang bertugas di acara tersebut, diketahui jika Esta merupakan mahasiswa semester 3 di jurusan Sosiologi, Universitas Atma Jaya.
Esta memiliki hobi menggambar dan sebelumnya telah mengikuti banyak workshop serta perlombaan menggambar, tidak hanya desain pakaian saja. Hal ini yang kemudian membuat perempuan berusia 22 tahun tersebut bercita-cita untuk menjadi desainer busana dan bermanfaat untuk banyak orang.
Awal mula Esta mengikuti acara Deafash tersebut karena diberitahu oleh orang terdekatnya, sehingga akhirnya Esta mengetahui adanya kegiatan tersebut dan ikut mendaftar menjadi peserta dari kegiatan tersebut.
Alasannya mengikuti rangkaian acara Deafash dari awal hingga akhir karena ia sejak kecil bercita-cita sebagai desainer busana. Namun saat akan mendaftar jurusan yang berhubungan dengan bidang desain, ia tidak diizinkan oleh kedua orangtuanya karena jurusan yang ingin ia ambil berada di luar kota. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mendaftar di jurusan Sosiologi di Universitas Atma Jaya, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Esta juga bercerita jika ini kali pertamanya mengikuti kegiatan semacam Deafash seperti ini. Ia mengatakan jika ia merasa senang mengikuti acara tersebut karena ia bisa mendapatkan banyak teman yang memiliki keistimewaan yang sama dengannya. Selain itu, ia juga bisa belajar banyak bahasa isyarat dengan teman-teman barunya. Hal itu terlihat ketika mereka berkomunikasi satu sama lain, mereka sesekali saling melempar candaan dan tertawa bersama.
Mahasiswi Universitas Atma Jaya tersebut juga menambahkan, jika ia mendapatkan banyak wawasan dari acara ini. Selain teman-teman baru yang terlihat sangat akrab dengannya, ia juga senang dengan rangkaian kegiatan yang sesuai dengan cita-citanya sejak kecil, yaitu menjadi Desainer Busana.
Sebelumnya Esta tidak pernah mengikuti acara seperti ini, hal itu lah yang membuatnya bersemangat untuk mengikuti rangkaian kegiatan dari acara Deafash. Meskipun acara berlangsung sejak pagi hingga menjelang petang, namun semangatnya tak luntur, sebab ia bisa bertemu dengan teman-teman sesama penyandang tuli dan berkomunikasi dengan riang bersama mereka.
Menurut Esta, rangkaian kegiatan yang paling berkesan menurutnya adalah ketika para peserta Deafash menggambar. Karena menggambar merupakan salah satu dari hobinya, ia jadi bersemangat untuk mengikuti salah satu dari rangkaian kegiatan Deafash tersebut.
Selain menggambar, ternyata Esta juga memiliki hobi lainnya yang menakjubkan. Salah satunya, Esta juga memiliki hobi modelling dan tari modern atau dance. Hal ini terlihat dari style fashion yang Esta kenakan, ia tampil menawan dengan atasan lengan Panjang berwarna ungu muda dan rok hitam selutut.
Esta mengatakan jika ia memiliki harapan yang besar agar dapat bermanfaat bagi semua orang. Ia juga menambahkan jika ia ingin membuat rancangan pakaian untuk teman-temannya.
Ditemukan sesuatu yang mengharukan ketika mengikuti rangkaian acara Deafash yang dilaksanakan di Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta. Para peserta nampak serius dan antusias mengikuti kegiatan tersebut. Sesekali juga mereka bercanda satu sama lain dan tertawa bersama ketika berbicara dengan juru bahasa isyarat yang bertugas pada hari itu.
Dalam percakapan hari itu, diketahui bahwa jika sebenarnya penyebutan ‘Tunarungu’ untuk teman-teman penyandang tuli itu salah. Secara konsensus, sudah disepakati bahwa istilah yang digunakan adalah ‘Tuli’, bukan ‘Tunarungu’.
Ketua Deafash, Istofani mengatakan bahwa ‘Tuli’ merupakan sebuah identitas, bukan sebuah kecacatan. Sedangkan ‘Tunarungu’ membuat mereka merasa seperti orang sakit, sehingga mereka tidak nyaman dipanggil penyandang tunarungu. Namun sayangnya, media masih belum bisa menerima istilah ‘Tuli’ karena dianggapnya terlalu kasar, meskipun makna yang dimengerti oleh teman tuli adalah yang sebaliknya.
Tim cukup tersentuh melihat semangat mereka yang tak luntur untuk menekuni hobi dan minat mereka di bidang fashion. Meskipun mereka berbeda dengan orang-orang lainnya dan berkomunikasi tanpa menggunakan bahasa verbal, mereka tetap antusias dan bersemangat mengikuti kegiatan tersebut.
Bahkan dari Ketua Deafash sendiri bercerita mengenai betapa antusiasnya mereka mengikuti kegiatan Deafash. Dalam wawancaranya di hari Rabu (14/09/2022), beliau menceritakan bahwa para peserta tetap menanyakan kegiatan workshop yang selalu dilaksanakan di hari Rabu selama bulan Juli lalu, meskipun acaranya telah usai.
“Kan kalau bulan Juli itu kan setiap hari rabu ya. Seminggu sekali. Bulan Agustus masih nanyain, Rabu ini kita ngapain, padahal kelasnya sudah selesai. Fun, asik sih.” Ujarnya.
Hal ini menjelaskan bahwa menjadi istimewa dan berbeda dengan orang lain tidak akan membuat kesempatan mereka dalam menekuni hobi dan minat mereka berkurang. Nyatanya mereka masih dapat menekuni hobi dan minat mereka, bahkan meraih cita-cita mereka di bidang yang mereka minati.
Comments 0
Leave a CommentSend Comment
Send Reply
Anda harus Login terlebih dahulu untuk dapat memberikan komentar.