Gambaran Umum Kegiatan
Benteng Vredeburg di Kota Yogyakarta menjadi lokasi syuting untuk virtual fashion show untuk kegiatan Deafash (14/09/2022). Kegiatan ini diikuti oleh 18 desainer Teman Tuli, yang sebelumnya sudah dibekali pelatihan desain busana. Mereka membuat empat koleksi (batik, lurik, ecoprint, dan shibori) yang diperagakan oleh lima orang model. Menyenangkan dan inovatif adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan keseluruhan suasana dari rangkaian acara ini.
Sumber: Dokumentasi pribadi.
Deafash merupakan pelatihan fashion design yang disediakan secara khusus untuk teman tuli secara gratis. Kegiatan ini disponsori oleh Pemerintah Australia melalui Skema Hibah Alumni dan diadministrasikan melalui Australia Awards in Indonesia. Hal tersebut bertujuan agar para peserta bisa mendapatkan wawasan serta pengalaman yang baru terkait belajar membuat desain busana. Makna Deafash sendiri berasal dari dua kata, yaitu deaf yang artinya tuli dan fash yang artinya fashion.
“Kenapa memilih teman tuli, karena buat saya itu sangat menantang. Karena ketika menjelaskan sesuatu, terutama sesuatu yang baru itu ternyata luar biasa sulit. Apalagi dalam hal komunikasinya itu cukup sulit dan kosakata mereka itu sangat terbatas. Terkadang kita harus memberikan penjelasan yang cukup panjang saat ingin menyampaikan satu kata,” ungkap Istofani Api Diany selaku ketua acara dari kegiatan ini.
Sebelum memulai proses syuting virtual fashion show, acara ini sendiri sudah diselenggarakan sejak bulan Juli lalu di Jogja Community Creative Center. Tempat ini terletak di Gedung Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Daerah Istimewa Yogyakarta. Di mana para teman tuli diberikan workshop empat kali setiap hari Rabu untuk dibekali materi tentang teori dan praktik mendesain.
Dimulai dari tanggal 6 Juli 2022, para peserta diberikan materi pengantar terkait dunia fashion, seperti tentang profesi serta teknik dasar merancang. Di minggu berikutnya, mereka dibekali materi mengenai desain proporsi dan detail dari busana.
Memasuki minggu ketiga di bulan Juli, teman tuli mempelajari proses dari penggalian ide, membuat konsep dasar merancang, serta teknik dari merancang. Setelah ide dan konsep desain telah selesai, teman tuli diminta untuk mempresentasikan hasil rancangan mereka, melakukan finalisasi, dan mewujudkan rancangan tersebut di tanggal 27 Juli 2022.
“Mereka tidak perlu menjahit sendiri, tetapi kita pertemukan dengan penjahit yang akan mewujudkan karyanya dalam bentuk baju. Pakaian yang dipakai model-model itulah bukti karya dari teman-teman. Jadi ada pembekalan dari tahap awal desain hingga bentuk pakaian mereka jadi,” tutur Founder & CEO dari Fitinline ini.
Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Tidak berhenti sampai di situ, para peserta juga akan dibekali tentang penggunaan aplikasi untuk desain grafis promosi desain. Dimulai dari cara untuk membuat logo bisnis serta bagaimana cara membuat tampilan dan visual karya mereka lebih cantik. Kegiatan ini akan dilakukan pada bulan Oktober 2022 di Universitas Amikom Yogyakarta.
Nantinya, bukti karya mereka akan dipublikasikan dalam dua media yang berbeda. Media pertama adalah Youtube Fitinline, di mana hasil karya digunakan oleh para model dan ditampilkan dalam bentuk fashion show secara virtual di sana. Video tersebut akan dibuat dari setiap kelompok. Di antaranya ada kelompok batik, kelompok sibori, kelompok ecoprint dan kelompok lurik. Kedua, hasil desain grafis dari pakaian mereka juga akan dipamerkan melalui website Fitinline.com.
“Salah satu target dari Deafash itu tidak hanya sekedar menampilkan karya. Tetapi juga tentang bagaimana cara mendorong diri mereka untuk lebih banyak berkomunikasi dengan satu sama lain dan ke lingkungannya. Terkadang permasalahan di difabel itu bukan kemampuan, namun lebih ke kepercayaan diri mereka yang kurang. Maka dari itu kita kasih wadah dan kita dorong agar lebih percaya diri,” ucap perempuan yang akrab dipanggil Istofani ini.
Latar Belakang Kegiatan
Dalam wawancaranya, Istofani bercerita bahwa seorang ibu dari peserta Deafash lah yang mendorong dirinya untuk mengadakan kegiatan ini. Ibu tersebut bercerita terkait kesulitan yang dihadapinya apabila memiliki anak berkebutuhan khusus.
Meski tidak pernah bekerja sama dengan teman-teman tuli, dirinya memutuskan untuk mencoba hal tersebut. Istofani pun mengirimkan proposal kegiatannya ke pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme (Skema Hibah Alumni) dan berhasil mendapatkan hibah tersebut.
Awal mula Istofani mampu mendapatkan sponsor dari pemerintah Australia erat kaitannya dengan kursus singkat yang diikutinya di Australia Award pada tahun 2019. Kursus tersebut mengangkat topik mengenai startup ecosystem. Namun karena usaha yang dijalaninya bergerak di ranah fashion, ia pun memutuskan untuk membuat kegiatan yang berada di lingkup fashion.
Berkat kursus singkat selama dua minggu di Australia itu, perempuan lulusan School of Business Management Strata dua (S2) di Institut Teknologi Bandung ini berhasil mendapat gelar alumni. Dirinya tercatat sebagai alumni dari Flinders University meskipun hanya mengikuti kursus singkat tersebut. Hal inilah yang membuat Istofani berhak mengajukan nama dan kegiatannya pada Alumni Grant Scheme.
Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Menariknya, ini adalah kali kedua Istofani berhasil mendapatkan skema hibah alumni dari Pemerintah Australia. Hibah pertama ia dapatkan pada tahun 2020 dan digunakan untuk menyelenggarakan acara bernama Go-Fashion. Baru di kesempatan kedua ini, Istofani tergerak untuk mengadakan kegiatan Deafash tersebut.
Setelah berhasil mendapatkan hibah kedua itu, ia segera menyusun rancangan kegiatan bersama dengan start-up yang dibangunnya yakni Fitinline. Mereka berusaha mengajak dan mempublikasikan acara ini dengan melakukan roadshow ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdapat pendidikan tata busananya.
Istofani bersama tim-nya juga berusaha mendekati komunitas mereka yang bernama Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu (Gerkatin). Organisasi ini merupakan organisasi tunarungu Indonesia yang telah ada cabangnya di masing-masing provinsi maupun kabupaten.
“Kebanyakan para peserta Deafash berasal dari Jogja. Sebenarnya waktu itu ada satu peserta dari Semarang yang mendaftar. Tetapi akhirnya mengundurkan diri karena lokasinya jauh dan ia harus pulang pergi,” jelasnya.
Pengusaha ini pun berharap agar kegiatan dari Deafash ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya buat teman tuli, meskipun ada banyak keterbatasan yang dihadapi. Pertemuan pertama menjadi hambatan yang sulit sehingga membuat mereka kehilangan arah dalam menyampaikan materi. Seperti bagaimana cara komunikasi dan perlakuan yang tepat.
Ibarat usaha tidak akan mengkhianati hasil, Istofani dan para panitianya berhasil menemukan cara perlakuan dan komunikasi yang tepat pada mereka. Bahkan, acara ini tetap membuat mereka semangat sampai sekarang.
“Meski tidak ada kelas, mereka terus bertanya apa yang akan mereka lakukan di hari rabu besok. Kalau bulan Juli, itu kan diadakan setiap hari rabu ya. Di bulan Agustus masih bertanya, padahal kelasnya sudah selesai,” ceritanya sambil tersenyum.
Sumber: Dokumentasi pribadi.
Ia bersyukur karena acara Deafash bisa berjalan lancar dan teman tuli bisa senang dan menikmati proses yang dilalui sepanjang acara. Jika ada kesempatan lainnya untuk mengadakan acara yang serupa, Istofani ingin membuat konsep acara yang baru dengan tujuan baru. Jadi dengan level yang lebih advanced seperti cara agar mereka bisa mengikuti fashion show di Jakarta Fashion Week ataupun Indonesia Fashion Week.
“Satu temuan yang didapatkan, jika kita ngomong tuli kan seperti kasar banget. Tapi justru itu yang disepakati oleh mereka. Kalau mereka bilangnya, tuli itu adalah identitas. Jadi bukan suatu kecacatan. Sedangkan kalau tunarungu, itu mereka seolah-olah jadi seperti orang yang kurang atau sakit. Mereka lebih nyamannya dipanggil teman tuli,” pungkasnya.
Comments 0
Leave a CommentSend Comment
Send Reply
Anda harus Login terlebih dahulu untuk dapat memberikan komentar.