Kain pelangi atau kain jumputan merupakan produk kerajinan tenun yang diciptakan dengan teknik tie and dye. Di Indonesia sendiri, istilah tie dye sepertinya jarang digunakan karena sebagian masyarakat lebih sering menyebutnya dengan nama kain jumputan atau kain tenun ikat. Meski dibuat melalui serangkaian proses yang sama namun corak antara kain yang satu dengan lembaran lainnya bisa dipastikan tidak ada yang serupa. Oleh sebab itulah kain jumputan yang terkesan eksklusif menjadi sangat terkenal dan dikagumi oleh banyak orang.
Sumber : http://www.indokabana.com
Teknik tie dye diduga berasal dari seni bandhu yang usianya hampir sama dengan negeri India. Sedangkan para arkeolog menyebutkan bahwa tie dye sudah ada sejak 5000 tahun yang lalu di Mesopotamia, India, Peru, Mexico, Yunani, dan juga di Roma. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya sebuah mummi dari tahun 1000 SM di Mesir yang dibalut dengan kain unik menyerupai kain jumputan. Kain tersebut diduga kuat berasal dari India dan menyebar hingga ke Mesir.
Sumber : http:// www.effendygallery.wordpress.com
Bukti lain dari keberadaan teknik tie dye tertera pada Prasasti Sima yang dibuat pada abad ke-10. Prasasti tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia telah berkembang dengan pesat teknologi pembuatan kain yang memiliki pola hias seperti pola tie dye atau jumputan. Hanya saja istilah yang digunakan oleh masyarakat untuk menyebut kain tersebut berbeda-beda.
Sumber : http://azanklysm.blogspot.com
Masyarakat Palembang menyebut kain tie dye dengan istilah kain pelangi, masyarakat Banjarmasin menyebutnya dengan nama Sasirangan, sedangkan masyarakat Jawa menggunakan istilah tritik untuk mendefinisikan kain yang sama.
Sumber : https://anjaria0106.wordpress.com/
Kepopuleran teknik tie dye menjadi semakin meningkat ketika kaum hippies Amerika sering mengenakan busana yang dibuat dengan teknik tersebut pada akhir tahun 70-an. Motif-motif yang ditampilkan sebagian besar memuat nilai kehidupan dan kebebasan yang terinspirasi dari sejarah perang nuklir tahun 50-an. Di Indonesia sendiri, pengembangan kain ikat atau jumputan dipelopori oleh Ghea Sukasah Panggabean dan Carmanita Mambu.
Sumber : http://www.tempo.co
Kain yang diidentikkan dengan unsur tradisional ini pada awalnya dibuat dengan bahan pewarna alami yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Namun seiring dengan perkembangan dunia mode, teknik tie dye mulai dimodifikasi menjadi sebuah teknik modern yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk fashion seperti kaos, rompi, jaket, jeans, legging, dan aksesoris.
Sumber : https://jumputankito.wordpress.com/
Meskipun teknik celup ikat dapat diterapkan pada berbagai macam jenis kain, namun kain berbahan sutra atau katun tetap menjadi pilihan terbaik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Sumber : https://www.tokopedia.com
Semoga bermanfaat.
Comments 0
Leave a CommentSend Comment
Send Reply
Anda harus Login terlebih dahulu untuk dapat memberikan komentar.