Kain patola merupakan sejenis kain tenun ikat ganda terbaik yang diperkenalkan oleh pedagang kain dari Gujarat, India Utara. Bagi sebagain besar masyarakat di Indonesia, kain patola dianggap sebagai kain kebesaran yang dapat dikenakan pada upacara adat seperti pementasan tarian adat hujan di wilayah Sikka pulau Flores, serta ritual atau upacara sebelum berperang oleh masyarakat Maluku. Hal ini tidak terlepas dari keyakinan masyarakat setempat bahwa kain patola tersebut memiliki kekuatan sakti yang dapat memberikan kemenangan dalam sebuah peperangan.
Sumber : http://old.vcm.asemus.museum
Meskipun nama patola begitu melekat pada kain tradidional tersebut, namun ternyata beberapa daerah di Indonesia memiliki istilah yang berbeda-beda untuk mendefinisikan kain patola. Sebut saja masyarakat di wilayah timur Indonesia yang menyebut kain patola dengan nama sinde atau tchinde, masyarakat di daerah Sumatera yang menyebutnya dengan istilah cindai, serta masyarakat Jawa yang menamainya dengan sebutan cinde.
Sumber : http://gaatha.com
Kain patola yang berkembang di Indonesia sebagian besar didominasi oleh corak dasar dan ragam hias berupa manusia, binatang, tumbuhan, serta benda-benda lain yang berbentuk geometris. Proses pembuatan kain Patola dilakukan dengan teknik tenun ikat ganda yang cukup rumit. Tidak heran jika kemudian kain patola dianggap sebagai kain keramat dan sering dikaitkan dengan dunia gaib.
Sumber : http://www.patannagarmandal.org
Keberadaan kain patola yang tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Bukan hanya karena harganya yang sangat mahal melainkan daya magis yang terkandung di dalamnya. Dalam budaya yang berkembang di Maluku dan Nusa TenggaraTimur, kain patola yang dapat dikenakan denga cara diikatkan pada bagian pinggang atau leher biasa difungsikan sebagai pelengkap upacara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat.
Sumber : http://www.tradeindia.com
Untuk menjaga dan melestarikan kain patola, para pengrajin kain tenun kemudian mulai mengembangkan corak-corak kain Patola baru yang diperuntukkan bagi para raja, pejabat, dan kepala adat. Kain-kain khusus tersebut diproduksi dalam jumlah yang sangat terbatas dan biasanya hanya digunakan pada ritual tertentu seperti upacara adat.
Sumber : http://www.utsavpedia.com
Pada perkembangan berikutnya, corak patola mulai diadaptasi sebagai motif batik yang dikenal dengan sebutan nitik oleh masyarakat Yogyakarta dan Solo. Berbeda dengan kain patola yang dikembangkan di Nusa Tenggara Timur, kain cinde dari daerah Jawa Tengah ini bukan dibuat dengan teknik tenun ikat ganda melainkan dengan teknik direct print (cap atau sablon) yang populer dengan istilah Cinden.
Sumber : https://textiletrails.wordpress.com
Jika sahabat Fitinline tertarik untuk mempelajari teknik ikat ganda anda bisa berkunjung ke daerah Bali, tepatnya di desa Tenganan Pegringsingan. Kain sakral yang diproduksi oleh para pengrajin di daerah tersebut dikenal juga dengan nama kain gringsing yang artinya bersinar.
Sumber : https://textiletrails.wordpress.com
Bagi masyarakat setempat kain gringsing yang dihiasi dengan motif-motif patola dianggap memiliki kekuatan magis dan dapat digunakan sebagai penolak bala pada berbagai upacara adat.
Semoga bermanfaat.
Comments 0
Leave a CommentSend Comment
Send Reply
Anda harus Login terlebih dahulu untuk dapat memberikan komentar.